Opini

Merawat Integritas Penyelenggara Pemilu Pasca Pilkada 2024: Antara Tantangan Nyata dan Asa Demokrasi

Oleh: 
MH. Isnaeni, Anggota KPU Kabupaten Sragen,
Ketua Divisi Perencanaan, Data dan Informasi
 

Babak Baru Tantangan Pemilu tak berhenti saat surat suara selesai dihitung. Justru pasca pencoblosan, tantangan sesungguhnya dimulai—yakni menjaga kredibilitas dan kepercayaan masyarakat dalam situasi yang penuh gejolak. Isu manipulasi hasil, klaim ketidakberpihakan, serta intervensi dari kalangan elit politik sering kali mecuat tanpa bukti yang sahih. Kondisi ini menjadi tantangan yang serius, tidak hanya bagi lembaga penyelengaraan, tetapi juga bagi individu yang terlibat langsung dalam pelaksanaan tahapan pemilu.

Lebih menyedihkan, jika hanya karena satu-dua oknum melakukan pelanggaran, stigma buruk dapat menyelimuti keseluruhan lembaga. Meskipun dihadapkan pada tekanan dan keterbatasan fasilitas, mayoritas penyelenggara tetap mampu menunjukan komitmen dan sikap profesional dalam menjalankan tugasnya.

Integritas adalah Nilai yang harus dihidupi. Integritas bukan sekadar semboyan. Nilai tersebut seharusnya menjadi jiwa yang melekat dalam setiap tahapan penyelenggaraan pemilu, mulai dari proses rekrutmen petugas, pelaksanaan teknis, hingga penyelesaian sengketa hasil. Karena itu, diperlukan mekanisme pengawasan dari dalam yang berjalan optimal, keterbukan di setiap tahapan, serta pelaksanaan evaluasi secara rutin dan transparan.

Namun, integritas tidak bisa tumbuh dalam ruang hampa. Hal tersebut perlu didukung oleh iklim politik yang kondusif, peran media yang berimbang dalam menyampaikan informasi, serta partisipasi masyarakat yang cerdas dan mampu berpikir kritis terhadap berbagai isu. Jika tidak ada kolaborasi yang solid, maka integritas penyelenggara rentan terguncang oleh hoaks, stereotip negatif, dan polarisasi yang berimbang.

Optimisme tetap menyala ditengah tantangan. Sebab kritik terhadap penyelenggara merupakan elemen yang wajar dalam sistem demokrasi. Kritik merupakan sebuah vitamin yang sangat penting bagi penyeleggara pemilu sebagai bahan kontrol dan bahan kehati-hatian dalam menjalankan tugas-tugas sebgai penyelenggara kepemiluan. Namun, kritik yang sehat semestinya dibarengi dengan tawaran solusi nyata. Kedepan, ada sejumlah langkah strategis yang patut menjadi fokus bersama, antara lain:

  1. Meningkatkan kompetensi SDM penyelenggara pemilu.
  2. Menjamin stabilitas dan kredibilitas sistem teknologi informasi.
  3. Memberikan perhatian pada kesejahteraan petugas lapangan.
  4. Menyelaraskan aturan kepemiluan dengan dinamika sosial-politik yang terus berkembang dalam masyarakat.

Di saat yang sama, penting untuk membangun kembali narasi bahwa integritas dalam penyelenggaraan pemilu adalah amanah bersama. Tanggungjawab ini tidak hanya berada di pundak KPU dan Bawaslu, melainkan juga merupakan bagian dari tanggungjawab elit partai politik, pemerintah daerah, media, dan seluruh elemen masyarakat.

Demokrasi Membutuhkan penjaga setia. Demokrasi bukanlah garis akhir, melainkan sebuah perjalanan berkelanjutan yang menuntut komitmen dan konsistensi bersama dalam penjagaanya. Dan penyelenggara pemilu memegang peran sentral sebagai penjaga proses tersebut. Oleh karena itu, mempertahankan integritas penyelenggara merupakan langkah strategis dalam merawat masa depan demokrasi di Indonesia.

Setelah Pilkada 2024 usai, saatnya kita bergeser dari euphoria kemenangan menuju agenda pembenahan sistem yang lebih substansial. Karena kepercayaan publik bukan dibangun dalam semalam, tetapi melalui kerja keras yang jujur, akuntabel, dan transparan.

 

Tabel Tingkat Partisipasi Pemilih di Kabupaten Sragen
Gambar: Tingkat Partisipasi Pemilih di Kabupaten Sragen
pada Pilkada 2015, 2020, dan 2024 

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 491 kali