Cyber Troops ala KPU - Dorong Pemanfaatan Big Data untuk Perbaikan Demokrasi
Sragen, kab-sragen.kpu.go.id - Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sragen mengikuti Webinar Series dari KPU RI yang bertema “Cyber Troops ala KPU: Pemanfaatan Big Data Analitik untuk Perbaikan Demokrasi di Indonesia,” pada Jumat (5/11/2025).
Webinar dibuka oleh Anggota KPU RI sekaligus Ketua Divisi Data dan Informasi, Betty Epsilon Idroos, yang menekankan pentingnya penguatan literasi digital dan pemanfaatan big data di tengah meningkatnya dinamika informasi pada masa pemilu. “Di masa election, terlalu banyak isu tendensius dan negatif terhadap KPU. Maka kita perlu memahami bagaimana memanfaatkan Big Data agar publik mengerti apa yang dikerjakan KPU dengan bahasa publik,” ujarnya. Ia menambahkan, literasi digital sangat penting agar kinerja KPU dapat dipahami secara objektif oleh masyarakat. “Kalau kinerja KPU baik, tentu akan memperbaiki wajah demokratisasi dan meningkatkan kepercayaan publik,” tambahnya.
Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi (Pusdatin) KPU RI, Mashur Sampurna Jaya, melaporkan bahwa tema ini dipilih karena relevan dengan tantangan informasi saat ini. Dalam laporannya, Mashur menyebut bahwa Big Data menjadi instrumen strategis untuk memetakan sentimen publik, mendeteksi disinformasi, dan memperkuat kapasitas digital KPU. “Kami ingin memberikan pemahaman mengenai penggunaan Big Data Analitik dalam pengawasan informasi terkait pemilu, termasuk memetakan isu serta meningkatkan literasi digital,” jelasnya.
Dalam paparan sesi pertama, Wakil Rektor IV Universitas Diponegoro, Wijayanto, Ph.D, membeberkan hasil riset bertahun-tahun mengenai cyber troops dan operasi informasi yang terorganisasi di ruang digital Indonesia. “Opini publik itu bisa diarahkan. Bahkan manipulasi opini publik terjadi di ranah digital melalui taktik terkoordinasi yang sering dilakukan secara tersembunyi,” ungkap Wijayanto.
Ia menjelaskan ciri-ciri operasi informasi yang terstruktur, seperti tsunami percakapan, penggunaan akun anonim, serta konten profesional yang disebarkan secara masif. Wijayanto menegaskan bahwa praktik manipulasi digital berpotensi melemahkan demokrasi, membatasi ruang ekspresi publik, dan memperkuat aktor-aktor berkepentingan, “Kalau pasukan siber menggunakan akun anonim dan narasi manipulatif, maka KPU harus memakai akun asli, relawan organik, dan konten berbasis data yang benar,” tegasnya. Ia menambahkan pentingnya engagement dan dialog terbuka sebagai bentuk komunikasi publik yang sehat.
Setelah sesi pertama, kegiatan dilanjutkan dengan pemaparan lanjutan oleh Peneliti dari Universitas Diponegoro, Bangkit Wiryawan, Ph.D, yang membahas penerapan Big Data dan analisis sentimen dalam konteks penyelenggaraan pemilu. Peneliti dari Universitas Diponegoro ini menyampaikan paparan mengenai hasil riset international tentang pola kerja cyber troops dan operasi pengaruh (influence operation) di ruang digital, “Opini publik bisa diarahkan. Manipulasi ini terjadi di ranah digital melalui akun anonim, konten profesional, dan tsunami percakapan dalam waktu singkat,” jelas Bangkit. Menurutnya, pola operasi semacam ini dapat memengaruhi persepsi publik pada momen politik penting, termasuk pemilu, kebijakan pemerintah, maupun dinamika sosial lainnya.
Webinar diharapkan menjadi fondasi penguatan kapasitas internal KPU dalam menghadapi tantangan informasi digital menuju Pemilu yang lebih transparan, berintegritas, dan dipercaya publik. [HA]