KPU RI Diskusi Kelompok Terpumpun Bahas Mekanisme Kerjasama dan Tata Cara Perjalanan Dinas Luar Negeri
Sragen, kab-sragen.kpu.go.id - Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sragen secara daring mengikuti Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT) yang membahas mekanisme pelaksanaan kerjasama dalam dan luar negeri, serta kebijakan terkait tata cara perjalanan dinas luar negeri pada Rabu-Kamis (26-27/11/2025). Kegiatan resmi dibuka oleh Deputi Bidang Administrasi, Suryadi, yang menyoroti pentingnya pemahaman menyeluruh mengenai pedoman perjalanan dinas luar negeri yang baru diterbitkan oleh Kementerian Sekretariat Negara. Hal tersebut dianggap penting agar seluruh jajaran KPU dapat memahami ketentuan dan prosedur perjalanan luar negeri yang semakin ketat, terutama setelah adanya evaluasi dari pemerintah terkait frekuensi perjalanan luar negeri di tahun sebelumnya.
Suryadi juga menekankan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap kerja sama yang telah dibangun KPU, baik dengan kementerian/lembaga, universitas, media, maupun instansi luar negeri. Ia menyebut masih banyak nota kesepahaman (MoU) dan perjanjian kerja sama (PKS) yang tidak berjalan optimal bahkan tidak memiliki tindak lanjut yang jelas. Karena itu, KPU menugaskan tim untuk melakukan evaluasi melalui penyebaran kuesioner dan pendalaman bersama para pakar dari sejumlah perguruan tinggi.
Selain itu, isu mengenai pentingnya kerja sama juga diangkat oleh Deputi Bidang Dukungan Teknis, Eberta Kawima, yang menerangkan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat bekerja sendiri, sehingga kerja sama merupakan bagian fundamental dalam organisasi modern, termasuk di lingkungan KPU. Ia menjelaskan bahwa tata naskah dinas KPU telah mengatur secara rinci mekanisme kerja sama yang meliputi nota kesepahaman, perjanjian kerja sama, serta bentuk kerja sama lainnya, termasuk pejabat yang berwenang menandatangani dokumen-dokumen tersebut sebagaimana diatur dalam PKPU Nomor 2 Tahun 2021 dan PKPU Nomor 8 Tahun 2021.
“Yang berwenang untuk menandatangani nota kesepahaman adalah Ketua KPU RI, sedangkan Ketua KPU provinsi dan Ketua KPU kabupaten/kota tidak punya wewenang untuk menandatangani nota kesepahaman, ini harus dipahami” tegasnya. Ia juga menambahkan bahwa setelah nota kesepahaman diterbitkan, barulah muncul PKS yang dapat ditandatangani oleh Ketua KPU RI, Ketua KPU provinsi, Ketua KPU kabupaten/kota, termasuk Sekretaris Jenderal, Sekretaris KPU provinsi dan Sekretaris KPU kabupaten/kota.
Di hari kedua, KPU RI menghadirkan dua narasumber, yaitu Pakar Administrasi Negara dan Kerjasama Universitas Indonesia, Dr. Agung Pramono Priyowibowo, dan Pakar Monitoring dan Evaluasi Kerja Sama serta IT Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, Dr. Agung B. Dewantoro. Keduanya memberikan pendalaman mengenai penyusunan indikator, evaluasi kerja sama, serta pengelolaan data secara terstruktur dan terukur. Dalam pemaparannya, narasumber menekankan pentingnya penyusunan indikator kerja sama yang memenuhi prinsip SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-bound) dan KPI (Key Performance Indicator) yang sederhana namun mudah diterapkan. Indikator tersebut menjadi dasar penilaian efektivitas pelaksanaan kerja sama serta memudahkan proses evaluasi dan monitoring. Para peserta juga diberikan pelatihan pengolahan data menggunakan platform digital seperti google form dan google sheet, yang memungkinkan proses validasi data, cleaning, hingga penyusunan dashboard secara otomatis. Pemanfaatan sistem digital dinilai dapat meminimalkan kesalahan manual dan mempercepat penyusunan laporan kerja sama.
Dilanjutkan oleh Kepala Bagian Fasilitasi Administrasi Kerja Sama KPU RI, Mardiyah Sukma Sari Holle, menyampaikan bahwa penyusunan instrumen evaluasi kerja sama dilakukan melalui lima kali rapat intensif bersama narasumber. Instrumen tersebut kini telah digunakan untuk menghimpun data kerja sama dari seluruh satuan kerja di Indonesia. “Hingga tahun 2022–2025 tercatat 1.947 naskah kerja sama, terdiri dari 245 nota kesepahaman (MoU) dan 1.701 perjanjian kerja sama (PKS). Dari jumlah tersebut, 1.629 naskah dinyatakan sesuai instruksi pengisian dan siap dianalisis lebih lanjut,” jelas Mardiyah. Dalam pemaparan data, KPU Provinsi Maluku Utara tercatat sebagai satuan kerja dengan jumlah kerja sama terbanyak untuk tingkat provinsi, sementara Kabupaten Deli Serdang menjadi satuan kerja dengan jumlah kerja sama terbanyak di tingkat kabupaten/kota.
KPU RI juga menemukan sejumlah temuan penting, antara lain masih adanya naskah kerja sama yang tidak mencantumkan jangka waktu serta beberapa MoU yang tidak ditindaklanjuti dengan rencana program. Oleh karena itu, KPU RI menegaskan perlunya penyusunan rencana tindak lanjut (RTL) pada setiap perjanjian kerja sama agar pelaksanaan kerja sama lebih terarah dan terukur. Selain itu, KPU RI mengingatkan agar seluruh satuan kerja melakukan verifikasi menyeluruh terhadap calon mitra, terutama lembaga non-pemerintah (NGO). Pemastian izin operasional melalui Kesbangpol menjadi salah satu langkah penting untuk menjaga kepatuhan hukum dalam pelaksanaan kerja sama.
Pada sesi diskusi, sejumlah peserta mengajukan pertanyaan terkait relevansi kerja sama dengan lembaga yang tidak memiliki tupoksi yang langsung berkaitan dengan KPU. Menanggapi hal tersebut, narasumber menegaskan bahwa kerja sama tetap diperlukan sebagai bentuk penguatan kapasitas, inovasi program, dan penyesuaian kebutuhan lapangan.
Kegiatan ditutup dengan penegasan bahwa setiap rencana kerja sama di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota harus memperoleh persetujuan Ketua KPU RI sebelum penandatanganan. KPU RI berharap melalui instrumen evaluasi dan tata kelola data yang lebih baik, kualitas penyelenggaraan pemilu dan pemilihan dapat semakin meningkat, sekaligus memperkuat sinergi dengan berbagai lembaga mitra. [HA]